Senin, 03 Juli 2017

Mawale


Mawale merupakan lokasi pemukiman tertua suku Minahasa purba dan diketahui memiliki sejarah panjang pemukiman awal sampai tersebarnya sub-etnis Minahasa di jasirah Minahasa. Mawale yang berarti mendirikan pemukiman merupakan bahasa tontemboan yang merupakan bahasa pengantar suku minahasa sub etnis tontemboan yang didalamnya masyarakat Tumompaso. Namun pengertian mawale sendiri berasal dari kata wale yang berasal dari istilah Austronesia: bale yang berarti ‘gedung umum’. Wale dalam bahasa-bahasa minahasa  bisa juga berarti rumah, desa, kandang, juga rahim. Mawale juga berarti hidup bersama dalam rumah yang sama, sementara ‘rumah’ umumnya digunakan juga untuk melukiskan keturunan yang sama dikawasan melayu dan Austronesia. Rumah yang berfungsi sebagai alat pertahanan dari gangguan cuaca dan binatang buas dihutan, untuk pertama kalinya didirikan disini. 

Sehingga waleure (rumah tua) juga identik dikaitkan dengan perkampungan ini. Lokasi wilayah perkampungan mawale ini diperkirakan sebesar kurang lebih lima belas hektar terdapat dikepolisian desa talikuran di sebelah utara desa pinabetengan dan di bagian timur desa kanonang yang hingga saat inipun masih dinamakan demikian. Sebagai satu tanda pembuktian sejarah masih adanya terdapat kuburan batu bernama waruga disitu. Waruga ini menurut penelitian, yang paling tua berasal pada abad kedua sebelum masehi. Hal inipun menjadi lebih menarik dimana mitos-mitos yang ada hingga saat ini, maupun para pakar sejarah dan kebudayaan belum dapat mengungkap arti kata, proses pembuatan dan pengerjaan serta upacara-upacara dibaliknya namun sangat disesalkan sudah banyaknya waruga di tempat ini yang dibawah keluar oleh pemerintah sulut dimasa pemerintahan Gubernur H.V. Worang, dan banyaknya perusakan dari tangan tangan tidak bertanggung jawab.


Manalun atau pergi kehutan untuk berburu adalah pekerjaan utama disamping bercocok tanam atau bertani dalam bahasa Tumompaso adalah mangu’ma merupakan mata pencaharian orang mawale dahulu dengan budaya gotong royong ma’ando (bekerja seharian) yang kemudian berkembang menjadi mapalus: (ma’pa) dan (elusan) yaitu kebiasaan orang saat ma’ando membawa bekal dengan nasi yang dibungkus daun elusan. Dengan petuah leluhur yang terpelihara sampai sekarang yaitu: sa ko kumesot tumawoy  pe mondol nendo, sa ko mareng makapum wo e nendo artinya jika kau pergi bekerja sebelum matahari keluar, demikianpun jika kamu pulang setelah matahari terbenam. Demikianpun filosofi sitou timou tumou tou yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi merupakan akar budaya yang hidup berkembang dari negeri ini yaitu : sako matou, touen si tou walina (jika kamu menjadi manusia, manusiakanlah orang lain) dan kemudian berkembang menjadi Amanat Sang Pemimpin (Nuwu I Tua)  (Akad Se Tu’us Tumow Wo Temow Tou) diambil dan dijadikan semboyan/ pandangan hidup masyarakat sulawesi utara, indonesia bahkan dunia hingga saat ini.

Bahwa jauh sebelum pekuburan waruga menjadi tempat pekuburan orang mawale yang dimasukan  kedalam batu dan ditutup rapat, masyarakat mawale lebih mengenali cara mengubur mayat dalam peti kayu (pinipakan) yaitu semacam kayu bulat besar yang didalam/ tengahnya dilubangi. Seiring dengan waktu cara penguburan ini ditinggalkan dengan alasan adanya wabah sampar dan kolera di mawale yang begitu hebat pada saat itu dan berganti dengan cara baru yang pada akhirnya kita kenal dengan waruga. Walaupun cara penguburan waruga sudah berkembang disaat ini akan tetapi traumatik yang besar bagi sebagian masyarakat mawale disana masih tetap tinggi dan ditambah pula dengan kepercayaan masih adanya roh jahat penyebab penyakit yaitu angin jahat (reges lewo) . Dengan adanya wabah ini otomatis penduduk dimawale makin berkurang dan sudah adanya pemikiran bagi tua-tua atau para Tonaas di mawale mencari perkampungan baru.

Dengan semakin padatnya pemukiman awal ini, suku Minahasa awal yang tersisa saat musyawarah pertama dan kedua di watu Pinawetengan untuk penyebaran dan pembagian wilayah pemukiman di Tanah Minahasa memaksa penduduk Mawale bergeser lebih kearah timur mendirikan pemukiman baru di lokasi Timbukar Kamanga. Timbukar kamanga ini menjadi pemukiman kedua yang tersisa saat sub-etnis Minahasa dibagi.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Tompaso Kita

Jurry Franky Langi
Yaku Ca U Si Tou Sapa-Sapa. Sapake Si Tou Niatean, Masale Touen Se Kayobaan Tumompaso Ni Myatem. Sapakem Ase Patik O Nuwu Anio Kumesot Ase Ate Wo Nontak Tou Rondor Pinatuusan Eng Kanaramen Minahasa An Tumompaso. Makakeli Mey Wo Mongken Wo Moray Kasadaran Nei Eng Kanaramenta Makakelim Pinasui Ila Wo Pakatambak-Tambak Ila. Taney Wo Rumondor Eng Sisilen Situm Eng Patik Ambiay. Muntungke Sa Awean Kinatoroan a Camo Pakasa.. 

Pee'Bo

Flag Counter

Pa'Dior

Popular Posts

Labels

Postingan Baru

Nuwu I Tua, Wo Ngeluan

  • Sa Cita Esa Sumerad, Sa Cita Sumerad Esa Cita.
  • Akad Se Tou Tumow Tou.
  • Pakamatuan Wo Pakalowiden.

Untuk Anda Saya Peduli

Butuh Bantuan Untuk Mengetahui Dan Belajar Tentang Kebudayaan Tompaso? Hubungi Saya dengan rincian tentang pertanyaan atau masukan untuk perkaya Kebudayaan Tumompaso.