“Pemilihan Hukum Tua Hancurkan Ciri Khas Tumompaso”
Setelah tumbangnya kekuasaan otoriterisme orde baru, sistem
politik dan pemerintahan mengalami perubahan yang drastis. Kekuasaan negara
tidak lagi bersifat sentralisasi, tapi desentaralisasi. Daerah-daerah memiliki
kewenangan yang cukup besar untuk membangun daerah masing-masing demi
terciptanya kesejahteraan rakyat didaerah. Guna menjamin terciptanya
kesejahteraan masayarakat sebagai mana yang dicita-citakan, maka mutlak
dibutuhkan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan yang lazimya
kita sebut sebagai demokratisasi. Salah satu bentuk implementasi sistem yang
demokratis diera reformasi adalah kekuasaan rakyat dalam menentukan pemimpin.
Setiap pemimpin dari kepala negara hinga Kepala Jaga kini dipilih secara
langsung oleh rakyat, dan tidak lagi ditentukan oleh sistem perwakilan yang
telah terbukti tidak mampu mengakomodir aspirasi rakyat.
Dengan dikemballikannya kekuasaan kepada rakyat maka
diharapkan rakyat dapat menentukan dengan sendirinya apa yang terbaik bagi
mereka termasuk dalam memilih pemimpin. Akan tetapi dalam perjalannannya sistem
demokrasi khususnya dalam pemilihan umum baik memilih presiden, DPR, gubernur,
bupati/walikota hingga Hukum Tua, kerap kali kita menemukan ketidak jujuran,
berbagai macam intrik dan pikiran licik dilakukan hanya untuk mendapatkan suara
rakyat dalam pemilihan itu. Semua cara dihalalkan untuk mendapatkan kemenanngan
seperti kempanye hitam, penyuapan hingga sumbangan-sumbangan lainnya.
Permasalahannya tidak hanya sampai disana, kita selalu menyaksikan pasca
pemilihan selalu menimbulkan bentrokan ditingkat akar rumput. Baik antara
pendukung calon yang menang dengan calon yang kalah. Padahal yang kita ketahui
bahwa Negeri Tompaso merupakan akar budaya Minahasa yang telah mengenal sistem
demokrasi sejak abad ketujuh bahkan dianggap tertua di nusantara ini dengan
menjujung tinggi keadilan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan rasa
keadilan. Dan nilai ini sering diterapkan oleh masyarakat Tompaso sejak lama.
Dimana kebiasaan beradaptasi kita sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi
sikap kekeluargaan, solidaritas dan gotong royong antara sesama, serta yang
paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat
Tompaso. Kegiatan semacam itu sering dilakukan dan digerakan oleh para penggerak
baik itu Hukum Tua, Tokoh masyarakat ,Tokoh adat, hingga Tokoh Agama dll.
kegiatan ini mereka lalukan secara terus menerus, dengan kurun waktu yang lama
dan kegiatan yang mereka lakukan untuk menggerakan orang atau masyarakat yang
mendiami tempat atau tempat masyarakat tinggal. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan
menjalin solidaritas antar anggota kelompok hingga sanak keluarga.
Tapi kini ciri khas yang dimliki masyarakat Tompaso agak
terganggu dengan rentetetan proses politik formal yang terjadi baik ditingkat
Desa,Kabupaten atau Provinsi. Banyak masayarakat secara tidak sadar ditarik
dalam konflik akibat pemilihan Hukum Tua (Pilhut), mereka saling membicarakan
dan yang lebih fatal adalah saling mencurigai antar masyarakat. Ada juga yang
menjaga jarak untuk tidak berkomunikasi walaupun bertetangga. Alasanya, konflik
Pilhut, dikarenakan berseberangan mendukung calon Hukum Tua. Permasalahan yang
terjadi dalam proses pilhut, bisa kita pastikan setiap ada proses politik maka
tatanan sosial diDesa akan goyah. Masyarakat mulai berkompetensi, saling
mencurigai, bahkan saling bermusuhan. Jika ada tetangga yang menolak untuk satu
suara atau tidak sama dalam memilih satu calon, maka permusuhan mulai terjadi.
Bahkan orang tua melarang anaknya untuk bermain dengan anak tetangganya yang
berbeda aspirasi politik. Mereka saling menuntup diri dengan para tetangga.
Rasa curiga mulai muncul dan rasa solidaritas pelan-pelan hilang dari
lingkungan mereka. Hal ini memberikan gambaran bahwa pengaruh pemilu untuk
menentukan Hukum Tua sangat besar memberikan dampak negatif bagi masyarakat
Tompaso kini. Contohnya Melemahkan rasa solidaritas, kepercayaan antar satu
dengan yang lainnya,rasa gotong-royong dan saling tolong-menolong yang menjadi
ciri khas masyarakat Tumompaso. Solusi Dalam proses politik masyarakat Desa
pada umumnya sekarang terdapat masalah yang membuat perpolitikan nasional
menjadi tidak stabil dan tumbuh tidak sehat. Dan akhir dari masalah politik
yang terjadi di indonesia semakin hari semakin kompleks dan seakan akan
permasalah tersebut sulit untuk dicarikan jalan keluar untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut.
Permasalah yang dihadapi seperti yang diatas. Diperlukan
adanya suatu revolusioner dalam proses politik masyarakat Desa. Dimana perlu
adanya pengawasan yang ketat, mengurangi kebiasaan para calon yang berjanji
bohong demi ingin memenangkan Pilhut, dan menghilangkan budaya para calon yang
mendadak memberikan bantuan baik itu berupa matril dan formil yang diturunkan
para politisi yang ingin memenangkan dalam pemilu. Dengan adanya revolusi ini
diharapkan proses politik di Indonesia dan ksusunya di Tompaso dapat sejalan
dengan tujuan bangsa dan negara ini. Hal terpenting dalam memahami
kecenderungan buruknya proses politik dalam masyarakat pada umumnya, yakni bagaimana
memahami aspek keragaman sosial itu sendiri. Sementara itu dalam konteks
pemahaman demokrasi, terletak pada kemampuan masyarakat kota didesa untuk
mengelola dengan baik potensi sosial tersebut menjadi semacam modal kultural.
Sehingga keragaman sosial itu dapat dijadikan semacam potensi guna memperkuat
nilai yang menjadi ciri khas masayarakat Tompaso itu sendiri. Harapan untuk
membangun masyarakat Tumompaso yang demokratis,bagaimanapun juga harus dikuasai
sebagai unsur pendukung pembaharuan, bukan justru dijadikan sumber masalah
untuk kemudian dijadikan sumber alasan terjadinya konflik.
0 komentar:
Posting Komentar