Senin, 12 Juni 2017

Refleksi Tou Tompaso Untuk Negeriku.


Pemikiran Nakalku Untuk “Sang Pemimpin”

Dari suatu senja dingin sehabis hujan ditemani segelas kopi yang hampir dingin dan membeku tak terasa ingatanku dikagetkan dengan teguran isteriku yang mengingatkan minuman yang telah ia suguhkan sudah hampir setengah jam yang lalu memang sudah tidak beruap pertanda kopi panas yang kental dan pahit sudah bukan lagi enak untuk dinikmati. Candaan nyapun sampai mengingatkanku akan Hari Ulang Tahunku esok, jurus tebakannya kali ini sama sekali tak tepat. Walau sederhana hanya berbagi ucapan syukur dengan keluarga kecilku tapi yang pasti penghormatan dan rasa syukurku hanya pada Jesus Kristus sumber nafas kehidupan. Ternyata dua batang rokok kretek ban kuning yang jadi pengantar bacaanku dari sebuah buku tua tentang peradaban Minahasa menelisik hati kecilku akan ratusan bahkan ribuan tahun peradaban Minahasa dengan Tompasso adalah titik sentralnya hingga getaran raga dan kekaguman menyeliputi rona sukmaku, hingga sesuatu keniscayaan bangunan luhur peradaban yang dilahirkan dari bumi Tompasso serasa sulit berulang kembali bagi pewaris dan generasi kini yang masih tinggal dan mengaku Tou Tumompaso. Setelahnya pemberontakan raga dan sukma mulai bergejolak dalam kesadaran, ketidakmampuan dan ketidakmungkinan menjadi alas dari realitas masa kini.

Begitu gegap gempitnya kejayaan masa lalu, setidaknya pada akhir abad 18 menguatkan keinginan diri setidaknya diriku adalah bagian kehidupan masa lampau. Modernisasi peralatan dan gaya hidup bukanlah kunci dari alasan itu namun warisan ke-Maesa-an, Mapalus, Men-Siri-an, hingga Regenerasi Kepemimpinan adalah sedikit barang mewah yang tak terhingga nilainya tapi kini sudah menjadi barang langka yang pantas dimuseumkan di negeri Tompasso. Egosentris, Materialistis dan jiwa Kapitalis diganti dan kerap dipertontonkan dalam kehidupan kini. Ketidak pedulian hingga perampokan nilai – nilai luhur budaya negeri kita merupakan sesuatu yang biasa saja. Suatu “penistaan dan pemerkosaan” nilai-nilai ini sungguh harapan dari orang yang sesungguhnya tidak mengingini kejayaan Tompasso tak terulang kembali.

Para leluhur kita yang legendaries seperti Toar, Lumimuut, Karema, Soputan Tua, Siouw Kurur, Kopero hingga Miyoyo adalah tokoh yang mewarnai jazirah Minahasa lahir dan hidup dinegeri Tompasso hingga kisah heroic saat para Waraney Tompasso memukul mundur penjajahan sebagian suku Minahasa di daerah Pasan Ratahan oleh raja Loloda Mokoagow di abad 15. Komodor Suak, Rumambi dan Duo Laoh adalah tokoh nasional di era Soekarno. Begitu besar pengaruh kepemimpinan para anak-anak negeri Tumompaso di Jazirah Minahasa. Sehingga sangat pantas jika dikatakan bahwa Klan dan Gen Kepemimpinan adalah pantas dan merupakan ciri dari negeri kita. Arsitek berdirinya Minahasa semula dari Ni’maesa hingga kini kita kenal Minahasa adalah orang-orang Tumompaso, tidak heran kalau Tou Tumompaso Dikenal dengan sebutan TOUMPAKUWA (orang-orang yang sangat terkenal dan sering disebut-sebut). Toumpakuwa merupakan sebutan awal orang orang yang tinggal di negeri Tompasso setelah abad ke-7 saat jazirah Minahasa ini dibagi. Toumpakuwa dibedakan dengan negeri Kumawangkoan dan Sumonder yang disebut TOUNGKIMBUT.

Tak cukup hanya disitu, kebesaran Puser in Tana Tompasso dimasa lampau. Tompasso sebagai pusat kebudayaan dan pemerintahan tanah Minahasa bahkan membentang hingga keselatan sampai merebut sebagian wilayah kekuasaan Raja Bolaang Mongondow di masa pemerintahan raja Loloda Mokoagow. Tumompaso juga merupakan satu satunya negeri di Minahasa dan mungkin juga di Indonesia yang mengenal pendudukan wilayah asing atau dikenal dengan sebutan koloni baru yang kita ketahui saat ini dengan daerah Tompaso Baru sebagai daerah Kolonisasi. Kolonisasi dalam konteks saat itu adalah pendudukan dan penguasaan untuk mencari pemukiman baru, pencarian ilmu pengetahuan hingga perlindungan dan memajukan anak anak suku yang tersebar dimanapun mereka berada. Melihat kebesaran Tompasso dimasa lampau, sebagai Toumpakuwa sangat besar dan sangat berkuasa membuat saya berpikir ‘Menarik sebuah garis merah’, sebuah pemikiran yang merupakan suatu pertanyaan. Mengapa Tompasso sebagai awal dan cikal bakal peradaban masa lalu ditanah Minahasa hingga meraih begitu lama memegang kejayaan di bumi “mapalus” , begitu kuat dan strategis saat ini kondisinya sangat berbeda. Jauh tertinggal diabanding wilayah sekitarnya, daerah tetangga kita misalnya.

Era Tompasso untuk mengalami kejayaan dan meraih massa keemasan hendaknya bisa diraih pada massa kini, wilayah pertanian dan peternakan di Tompasso sudah di kelompokan baik peternakan sapi, kuda, babi hingga ayam dibedakan. Dimana keragaman perkebunan, persawahan, hutan dibedakan. Sungai-sungai diatur sebagai jalur transportasi setidaknya jalur DAS Tondano sebagai sarana vital jalur perekonomian dahulu. Pemanfaatan bukit gunung dan sungai sebagai alat pertahanan. Berdirinya pusat pendidikan, ilmu pengetahuan hingga pertahanan dan perang di daerah Pa’Dior. Jalan raya dan pembentukan Ro’ong sudah terbentuk rapih. Semuanya itu sudah ada dan sudah pernah dimaanfaatkan.

Pada era tersebut negeri tetangga kita masih belum ada apa-apanya bahkan masih diselimuti hutan belantara. Mengapa saat ini justru perkembangan mereka lebih pesat dari Kita Tompasso. Ibarat lomba lari Tompasso sudah berlari jauh kedepan, Para tetangga kita belum bisa berjalan. Tompasso memiliki modal dasar background pemerintahan adat yang kuat, mengapa kita sudah jauh tertinggal dengan mereka? Mengapa banyak orang Sulut tidak tahu dimana lokasi Tompasso apa lagi orang Indonesia. Paling minim orang yang cinta budaya yang tahu Cuma ‘Watu Pinawetengan’. Mengapa banyak yang jika disebut Tompasso seolah menganggap sebuah daerah tertinggal dan penuh kesan daerah mistis jauh dari peradaban modern.

Pada dasarnya untuk mejadi sesuatu yang besar, wilayah yang besar, pola pikir (mind set) menjadi faktor yg sangat berperan disini (seperti saran DR Irene Umboh). Pola pikir yg bersumber dan di gerakkan oleh pemimpin di daerah tsb, lalu menyebar dan menjadi hembusan nafas bagi masyarakatnya. Mau tak mau pemimpin kepala daerah harus memiliki mindset yang bagus, yang smart, yang open mind, yang tulus menyumbangkan semua jiwa raga dan pemikiran serta karyanya bagi warga di daerah yang dipimpinnya. Menyebarkan hal baru, up to date dengan segala hal yang baru yang bernilai kebaikan,kemajuan, menyebarkan semangat, inovasi bagi kemajuan peradaban yang lebih baik.

Tompasso sebagai wilayah tua, penduduk yang mayoritas heterogen dan moderat, lebih struggle dalam kehidupan, lebih menerima perbedaan, hal hal baru ,mau menerima dan melihat pengalaman wilayah lain, untuk membangun dan memajukan wilayahnya. Dapat saya simpulkan BELUM ada SATU pun pemimpin di Kab. Minahasa bahkan Sulut setelah era kemerdekaan yang memiliki sifat yang saya bahas di alenia sebelumnya. Barangkali semua pemimpin Minahasa dan Sulut setelah era kemerdekaan 1945 sudah menganggap Tompasso sudah cukup baik, sudah cukup besar. Sudah cukup seperti ini saja. Rute jalan yang ada saat ini masih sama dengan rute jalan masa lampau, sampai irgigasi dan bendungan yang dibangun dimasa pemerintahan adat yaitu Walak dan Ro’ong hingga disaat bangsa Belanda masuk ketanah Minahasa tak pernah dirubah.

Tampaknya para pemimpin di Minahasa setelah era 1945 hanya puas dengan melihat bayang bayang Tompasso masa lalu sebagai negeri besar sehingga enggan untuk membuat perubahan perubahan yang baru. Kalau tidak eksplisit dikatakan masih kurang kepedulian dan karya nyata terhadap perkembangan dan kemajuan Tompasso. Sudah begitu banyaknya pemimpin yang ditempa di Tompasso hingga kader pemimpin luar yang ditempa orang Tompasso, tetapi setelah mereka berhasil sulit sekali kembali atau paling tidak memberi sumbangan pemikiran yang berarti bagi kemajuan negeri Tompasso. Masih ada saja mereka yang datang kembali kenegeri Tompasso disaat mereka sudah tidak berkuasa atau berpengaruh lagi, tak berdaya dan hendak menghabiskan hidupnya dengan kondisi sakit-sakitan dan renta hendak berkoar-koar memajukan Tompasso. Bukankah yang kita butuh disaat dia berkuasa dan memiliki pengaruh di profesi yang dia tekuni baik pemerintahan sipil, militer atau seorang usahawan. Hehehehe…

Karena itu pencarian pemimpin baik dia itu kepala derah atau legislator, besar harapan saya, pemimpin terpilih, siapapun dia, memiliki pemikiran yang lebih terbuka, lebih open mind terhadap hal baru, terhadap kemajuan ilmu dan teknologi, terhadap nilai nilai kebenaran dan hukum yang berlaku secara umum. Untuk selanjutnya disinergikan dengan semua komponen warga Tompasso sebagai sumber daya manusia dan segenap sumberdaya alam Tompasso, bagi kemajuan Kabupaten dan Provinsi yang memilki sejarah besar ini secara signifikan, nyata, terarah, terukur dan berjangka panjang bagi kemakmuran masyarakat Tompasso yang sejahtera. Selamat memimpin, yang amanah bagi rakyat Tompasso ya rekanku, setelah engkau kupilih, selanjutnya i’ll be watching you or serentape ..hehheehe…

Ro’ong Sendangan, 1 Mei 2016 -JFL-



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Tompaso Kita

Jurry Franky Langi
Yaku Ca U Si Tou Sapa-Sapa. Sapake Si Tou Niatean, Masale Touen Se Kayobaan Tumompaso Ni Myatem. Sapakem Ase Patik O Nuwu Anio Kumesot Ase Ate Wo Nontak Tou Rondor Pinatuusan Eng Kanaramen Minahasa An Tumompaso. Makakeli Mey Wo Mongken Wo Moray Kasadaran Nei Eng Kanaramenta Makakelim Pinasui Ila Wo Pakatambak-Tambak Ila. Taney Wo Rumondor Eng Sisilen Situm Eng Patik Ambiay. Muntungke Sa Awean Kinatoroan a Camo Pakasa.. 

Pee'Bo

Flag Counter

Pa'Dior

Popular Posts

Labels

Postingan Baru

Nuwu I Tua, Wo Ngeluan

  • Sa Cita Esa Sumerad, Sa Cita Sumerad Esa Cita.
  • Akad Se Tou Tumow Tou.
  • Pakamatuan Wo Pakalowiden.

Untuk Anda Saya Peduli

Butuh Bantuan Untuk Mengetahui Dan Belajar Tentang Kebudayaan Tompaso? Hubungi Saya dengan rincian tentang pertanyaan atau masukan untuk perkaya Kebudayaan Tumompaso.