Pemikiran Nakalku Untuk “Sang Pemimpin”
Dari suatu senja dingin sehabis hujan ditemani segelas kopi
yang hampir dingin dan membeku tak terasa ingatanku dikagetkan dengan teguran
isteriku yang mengingatkan minuman yang telah ia suguhkan sudah hampir setengah
jam yang lalu memang sudah tidak beruap pertanda kopi panas yang kental dan
pahit sudah bukan lagi enak untuk dinikmati. Candaan nyapun sampai mengingatkanku akan Hari Ulang Tahunku esok, jurus tebakannya kali ini sama
sekali tak tepat. Walau sederhana hanya berbagi ucapan syukur dengan keluarga
kecilku tapi yang pasti penghormatan dan rasa syukurku hanya pada Jesus Kristus
sumber nafas kehidupan. Ternyata dua batang rokok kretek ban kuning yang jadi
pengantar bacaanku dari sebuah buku tua tentang peradaban Minahasa menelisik
hati kecilku akan ratusan bahkan ribuan tahun peradaban Minahasa dengan
Tompasso adalah titik sentralnya hingga getaran raga dan kekaguman menyeliputi
rona sukmaku, hingga sesuatu keniscayaan bangunan luhur peradaban yang
dilahirkan dari bumi Tompasso serasa sulit berulang kembali bagi pewaris dan
generasi kini yang masih tinggal dan mengaku Tou Tumompaso. Setelahnya
pemberontakan raga dan sukma mulai bergejolak dalam kesadaran, ketidakmampuan
dan ketidakmungkinan menjadi alas dari realitas masa kini.
Begitu gegap gempitnya kejayaan masa lalu, setidaknya pada
akhir abad 18 menguatkan keinginan diri setidaknya diriku adalah bagian
kehidupan masa lampau. Modernisasi peralatan dan gaya hidup bukanlah kunci dari
alasan itu namun warisan ke-Maesa-an, Mapalus, Men-Siri-an, hingga Regenerasi
Kepemimpinan adalah sedikit barang mewah yang tak terhingga nilainya tapi kini
sudah menjadi barang langka yang pantas dimuseumkan di negeri Tompasso.
Egosentris, Materialistis dan jiwa Kapitalis diganti dan kerap dipertontonkan
dalam kehidupan kini. Ketidak pedulian hingga perampokan nilai – nilai luhur
budaya negeri kita merupakan sesuatu yang biasa saja. Suatu “penistaan dan
pemerkosaan” nilai-nilai ini sungguh harapan dari orang yang sesungguhnya tidak
mengingini kejayaan Tompasso tak terulang kembali.
Para leluhur kita yang legendaries seperti Toar, Lumimuut,
Karema, Soputan Tua, Siouw Kurur, Kopero hingga Miyoyo adalah tokoh yang
mewarnai jazirah Minahasa lahir dan hidup dinegeri Tompasso hingga kisah heroic
saat para Waraney Tompasso memukul mundur penjajahan sebagian suku Minahasa di
daerah Pasan Ratahan oleh raja Loloda Mokoagow di abad 15. Komodor Suak,
Rumambi dan Duo Laoh adalah tokoh nasional di era Soekarno. Begitu besar
pengaruh kepemimpinan para anak-anak negeri Tumompaso di Jazirah Minahasa.
Sehingga sangat pantas jika dikatakan bahwa Klan dan Gen Kepemimpinan adalah
pantas dan merupakan ciri dari negeri kita. Arsitek berdirinya Minahasa semula
dari Ni’maesa hingga kini kita kenal Minahasa adalah orang-orang Tumompaso,
tidak heran kalau Tou Tumompaso Dikenal dengan sebutan TOUMPAKUWA (orang-orang
yang sangat terkenal dan sering disebut-sebut). Toumpakuwa merupakan sebutan
awal orang orang yang tinggal di negeri Tompasso setelah abad ke-7 saat jazirah
Minahasa ini dibagi. Toumpakuwa dibedakan dengan negeri Kumawangkoan dan
Sumonder yang disebut TOUNGKIMBUT.
Tak cukup hanya disitu, kebesaran Puser in Tana Tompasso
dimasa lampau. Tompasso sebagai pusat kebudayaan dan pemerintahan tanah
Minahasa bahkan membentang hingga keselatan sampai merebut sebagian wilayah
kekuasaan Raja Bolaang Mongondow di masa pemerintahan raja Loloda Mokoagow.
Tumompaso juga merupakan satu satunya negeri di Minahasa dan mungkin juga di
Indonesia yang mengenal pendudukan wilayah asing atau dikenal dengan sebutan koloni
baru yang kita ketahui saat ini dengan daerah Tompaso Baru sebagai daerah
Kolonisasi. Kolonisasi dalam konteks saat itu adalah pendudukan dan penguasaan
untuk mencari pemukiman baru, pencarian ilmu pengetahuan hingga perlindungan
dan memajukan anak anak suku yang tersebar dimanapun mereka berada. Melihat
kebesaran Tompasso dimasa lampau, sebagai Toumpakuwa sangat besar dan sangat
berkuasa membuat saya berpikir ‘Menarik sebuah garis merah’, sebuah pemikiran
yang merupakan suatu pertanyaan. Mengapa Tompasso sebagai awal dan cikal bakal
peradaban masa lalu ditanah Minahasa hingga meraih begitu lama memegang
kejayaan di bumi “mapalus” , begitu kuat dan strategis saat ini kondisinya
sangat berbeda. Jauh tertinggal diabanding wilayah sekitarnya, daerah tetangga
kita misalnya.
Era Tompasso untuk mengalami kejayaan dan meraih massa
keemasan hendaknya bisa diraih pada massa kini, wilayah pertanian dan
peternakan di Tompasso sudah di kelompokan baik peternakan sapi, kuda, babi
hingga ayam dibedakan. Dimana keragaman perkebunan, persawahan, hutan
dibedakan. Sungai-sungai diatur sebagai jalur transportasi setidaknya jalur DAS
Tondano sebagai sarana vital jalur perekonomian dahulu. Pemanfaatan bukit
gunung dan sungai sebagai alat pertahanan. Berdirinya pusat pendidikan, ilmu
pengetahuan hingga pertahanan dan perang di daerah Pa’Dior. Jalan raya dan
pembentukan Ro’ong sudah terbentuk rapih. Semuanya itu sudah ada dan sudah
pernah dimaanfaatkan.
Pada era tersebut negeri tetangga kita masih belum ada
apa-apanya bahkan masih diselimuti hutan belantara. Mengapa saat ini justru
perkembangan mereka lebih pesat dari Kita Tompasso. Ibarat lomba lari Tompasso
sudah berlari jauh kedepan, Para tetangga kita belum bisa berjalan. Tompasso
memiliki modal dasar background pemerintahan adat yang kuat, mengapa kita sudah
jauh tertinggal dengan mereka? Mengapa banyak orang Sulut tidak tahu dimana
lokasi Tompasso apa lagi orang Indonesia. Paling minim orang yang cinta budaya
yang tahu Cuma ‘Watu Pinawetengan’. Mengapa banyak yang jika disebut Tompasso
seolah menganggap sebuah daerah tertinggal dan penuh kesan daerah mistis jauh
dari peradaban modern.
Pada dasarnya untuk mejadi sesuatu yang besar, wilayah yang
besar, pola pikir (mind set) menjadi faktor yg sangat berperan disini (seperti
saran DR Irene Umboh). Pola pikir yg bersumber dan di gerakkan oleh pemimpin di
daerah tsb, lalu menyebar dan menjadi hembusan nafas bagi masyarakatnya. Mau
tak mau pemimpin kepala daerah harus memiliki mindset yang bagus, yang smart,
yang open mind, yang tulus menyumbangkan semua jiwa raga dan pemikiran serta
karyanya bagi warga di daerah yang dipimpinnya. Menyebarkan hal baru, up to
date dengan segala hal yang baru yang bernilai kebaikan,kemajuan, menyebarkan
semangat, inovasi bagi kemajuan peradaban yang lebih baik.
Tompasso sebagai wilayah tua, penduduk yang mayoritas
heterogen dan moderat, lebih struggle dalam kehidupan, lebih menerima
perbedaan, hal hal baru ,mau menerima dan melihat pengalaman wilayah lain,
untuk membangun dan memajukan wilayahnya. Dapat saya simpulkan BELUM ada SATU
pun pemimpin di Kab. Minahasa bahkan Sulut setelah era kemerdekaan yang
memiliki sifat yang saya bahas di alenia sebelumnya. Barangkali semua pemimpin
Minahasa dan Sulut setelah era kemerdekaan 1945 sudah menganggap Tompasso sudah
cukup baik, sudah cukup besar. Sudah cukup seperti ini saja. Rute jalan yang
ada saat ini masih sama dengan rute jalan masa lampau, sampai irgigasi dan
bendungan yang dibangun dimasa pemerintahan adat yaitu Walak dan Ro’ong hingga
disaat bangsa Belanda masuk ketanah Minahasa tak pernah dirubah.
Tampaknya para pemimpin di Minahasa setelah era 1945 hanya
puas dengan melihat bayang bayang Tompasso masa lalu sebagai negeri besar
sehingga enggan untuk membuat perubahan perubahan yang baru. Kalau tidak
eksplisit dikatakan masih kurang kepedulian dan karya nyata terhadap
perkembangan dan kemajuan Tompasso. Sudah begitu banyaknya pemimpin yang
ditempa di Tompasso hingga kader pemimpin luar yang ditempa orang Tompasso,
tetapi setelah mereka berhasil sulit sekali kembali atau paling tidak memberi
sumbangan pemikiran yang berarti bagi kemajuan negeri Tompasso. Masih ada saja
mereka yang datang kembali kenegeri Tompasso disaat mereka sudah tidak berkuasa
atau berpengaruh lagi, tak berdaya dan hendak menghabiskan hidupnya dengan
kondisi sakit-sakitan dan renta hendak berkoar-koar memajukan Tompasso.
Bukankah yang kita butuh disaat dia berkuasa dan memiliki pengaruh di profesi
yang dia tekuni baik pemerintahan sipil, militer atau seorang usahawan.
Hehehehe…
Karena itu pencarian pemimpin baik dia itu kepala derah atau
legislator, besar harapan saya, pemimpin terpilih, siapapun dia, memiliki
pemikiran yang lebih terbuka, lebih open mind terhadap hal baru, terhadap
kemajuan ilmu dan teknologi, terhadap nilai nilai kebenaran dan hukum yang
berlaku secara umum. Untuk selanjutnya disinergikan dengan semua komponen warga
Tompasso sebagai sumber daya manusia dan segenap sumberdaya alam Tompasso, bagi
kemajuan Kabupaten dan Provinsi yang memilki sejarah besar ini secara signifikan,
nyata, terarah, terukur dan berjangka panjang bagi kemakmuran masyarakat
Tompasso yang sejahtera. Selamat memimpin, yang amanah bagi rakyat Tompasso ya
rekanku, setelah engkau kupilih, selanjutnya i’ll be watching you or serentape
..hehheehe…
Ro’ong Sendangan, 1 Mei 2016 -JFL-
0 komentar:
Posting Komentar